Minggu, 14 Januari 2018

Kerja di Kapal Pesiar Adanya Cuma Senang


YOGYAKARTA – “Sepertinya saya masih mimpi. Tak percaya kalau ternyata mau berangkat mengarungi samudra dunia. Tapi Alhamdulillah, ternyata sekarang benar-benar sampai Seattle, Amerika Serikat,” kata Nugroho Sugianto, siswa LPK Indocrew Yogyakarta dalam percakapannya melalui email beberapa waktu lalu.
Nugroho adalah siswa LPK Indocrew, angkatan Desember 2011, sejak 26 Mei 2012 lalu, Joint di Seattle, Amerika Serikat untuk bekerja di Kapal Westerdam, sebuah kapal pesiar milik Holland America Line.
Panggilan untuk berangkat mengarungi samudra dunia benar-benar mendadak alias sekonyong-konyong. Hari itu Rabu 25 Mei 2012. Seperti biasa usai mengurusi anak-anak pergi sekolah, Nugroho bersama istrinya masih sibuk mberesin warungnya di Sanden, Bantul, DIY. Sekitar pukul 09.00 WIB  tiba-tiba telepon selulernya berdering. Diangkatnya seluler tersebut dan ternyata nomor kodenya 021 Jakarta. Seperti mimpi saja. Telepon tersebut datang dari Sumber Bakat Insani (SBI), sebuah agen kapal pesiar internasional yang mengurusi rekrutmen tenaga kapal pesiar perusahaan PT Holland America Line. “Mas Nugroho, nanti sore jam 17.00 WIB ditunggu di kantor SBI Jakarta untuk mengikuti briefing. Karena  besok pagi pukul 07.00 WIB harus Joint ke Seattle,” begitu kurang lebih Nugroho menceritakan isi telepon menjelang keberangkatan perdana kerja di kapal pesiar.
“Wah, ngrobyakan. Gimana tidak? Kok, tiba-tiba Job Letter turun dan langsung disuruh berangkat ke Seattle,” Nugroho mengisahkan ihwal menjelang keberangkatan ke kapal pesiar.
Antara senang, sedih dan pusing bercampur nggak karuan. Begitu pun istrinya. Begitu mendapat kabar segera berangkat berlayar, sang istri pun hanya bisa merelakan suaminya untuk berangkat meninggalkan Indonesia menuju Amerika. “Waktu itu, perasaan istrinya barangkali gado-gado. Ya senang karena obsesinya berlayar akhirnya tercapai setelah berbulan-bulan menunggu. Tapi juga berat karena akan saya tinggalkan 10 bulan,” cerita Nugroho lagi.
Langsung berkemas menyiapkan segala perlengkapan pribadi mulai dari pakaian hingga berbagai dokumen administrasi untuk kepentingan kerja berlayar ke luar negeri. Sembari berkemas, Nugroho menelepon rekannya yang memiliki agen travel memesan tiket pesawat ke Jakarta. “Alhamdulillah akhirnya dapat tiket pesat jam 13.00 WIB,” ujarnya.
Di antar anak istrinya serta keluarganya dengan kendaraan roda empat, jam 11.00 WIB Nugroho meluncur ke Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Pukul 12.00 WIB tiba di embarkasi langsung check in pesawat Garudanya. Tepat pukul 13.00 WIB pesawat yang ditumpanginya take off menuju Bandara Soekarno Hatta, Cengkarang. Begitu tiba di Cengkarang, dengan taksi Nugroho langsung meluncur ke kantor SBI Jalan Jenderal Sudirman,Jakarta. Setelah sejenak menunggu, akhirnya pukul 17.00 WIB Nugroho Sugianto, dipanggil masuk ruangan mengikuti briefing. “Semua pelengkapan dokumen kerja sudah disiapkan, mulai dari visa, tiket pesawat dan sebagai persyaratan menjadi crew kapal pesiar. Pokoknya Sabtu besok pukul 07.00 WIB harus berangkat ke Seattle untuk Joint dengan Kapal Westerdam,” paparnya.
Sabtu, 26 Mei 2012 pukul 05.00 WIB, Nugroho meluncur ke Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkarang. Tepat pukul 07.00 WIB pesawat yang ditumpanginya take off menuju Seattle, Amerika Serikat.     Setelah transit di Hongkong dan Los Angeles akhirnya tiba juga di Seattle.
Begitu tiba di Amerika perasaan masih bermimpi. Bagi Nugroho, tak pernah terbayang kalau akhirnya sampai benar-benar menginjkkan kakinya ke negeri adi daya yang super maju. Perasaan rindu anak istri, senang sekaligus bingung bercampur aduk mengiringi hari-hari awal kerja di kapal pesiar. Tapi lama-lama hilang juga. Kerjaan yang awalnya seperti susah, akhirnya menjadi mudah, rutinitas yang biasa dan menyenangkan. “Kerja di kapal pesiar itu adanya Cuma senang dan senang saja. Sesekali memang kangen anak istri, tapi kan ada telepon. Tak tahunya sudah berlayar empat bulan,” ujar Nugroho.
Kerja di kapal pesiar awalnya memang kelihatan susah dan membosankan, tapi lama-lama juga jadi mudah dan menyenangkan. Menurut Nugroho, menjadi crew yang penting bersungguh-sungguh, fokus pada pekerjaan. Apabila tidak memahami  atau tidak tahu pekerjaan yang akan dilakukan, kata Nugroho jangan segan-segan bertanya kepada seniornya. “Ketika dapat order dari bos, kalau belum jelas ya tanya aja kepada senior. Tapi memang harus hati-hati karena kadang senior ada yang usil.”
Bekerja sebagai crew di kapal pesiar yang penting on time bahkan setengah jam sebelumnya sudah siap. Kalau melanggar bakal kena semprot atasan. Sehingga profesionalisme benar-benar ditegakkan. Selama kerja di kapal Nugroho mengaku sudah mendapatkan banyak pengalaman. Begitu sebulan joint di kapal pesiar, Nugroho kebetulan langsung dapat training SCRB sampai training driver lifeboat. Dan alhamdulillah langsung lulus sehingga saat ini Nugroho sudah menduduki posisi EB. “Pertama kali aku join di posisi ordinary seaman (OS). Sekarang baru empat bulan sudah di able body seaman (AB) alias mandornya OS,” katanya.
Pekerjaan di kapal pesiar memang seharian. Kadang mulai kerja pukul 05.00 pagi (tidak setiap pagi atau tergantung order), namun umumnya mulai pukul 07.00. Kalau sedang masuk pagi pukul 05.00, antara jam 07.00 - 08.00 menikmati hidangan makan pagi. Kemudian pukul 08.00 – 12.00 bekerja siang dan di sela waktu tersebut ada breaktime. Baru pukul 12.00 -13.00 istirahat makan siang. Terus dilanjutkan pukul 13.00 -17.00 kerja lagi diselingi breaktime juga.
Ngomong-omong tentang gaji, Nugroho mengatakan gaji yang didapat posisi OS minimal 750$. Kalo ada libur nasional kita dapat holiday pay misalnya Agustus 2012 kemarin hampir dapat 100$ karena ada 17 Agustus dan Lebaran. Selain bonus tersebut, kata dia, masih ada pekerjaan sampingan, yaitu menyiram balcony. Sekali siraman sekitar 50 $, padahal sebulan 2 – 3 kali siram. Sedangkan untuk gaji jabatan AB kira-kira 2000 $ atau sekitar Rp 20 juta an karena seorang AB membawai beberapa OS.
Susah nggak sih kerja sebagai crew itu? Kata Nugroho, kelihatannya memang susah, namun ternyata prakteknya nggak juga. Yang paling penting, lanjut dia, bekerja itu harus sungguh-sungguh, menikmati pekerjaan dengan baik, disiplin, jujur dan penuh tanggung jawab. “Kalau semua itu benar-benar dapat kita jalani, semua jadi beres dan menyenangkan,” katanya. Sedangkan untuk komunikasi di kapal pesiar, terutama dengan tamu atau Office (atasan) memang harus menggunakan bahasa Inggris. Namun yang paling penting dalam bekerja di kapal pesiar, bagi Nugroho, ada keberanian untuk bicara dan paham saat berkomunikasi terutama dengan guest dan officer.
“Kalau Cuma kadang salah dalam bahasa Inggris paling Cuma ditertawakan aja. Yang penting paham dalam bicara dengan orang asing, grammer tak begitu penting. Tapi kalau berani bicara lama-lama bisa terbiasa. Dan sebenarnya bahasa Inggris  itu gak sulit kok. Sulit itu karena memang belum biasa. Yang pasti di kapal itu, sebenarnya banyak berbahasa Indonesia atau bahkan bahasa Jawa karena banyak crew dari Indonesia,” tandasnya.
Selama empat bulan kerja di kapal pesiar, tiga bulan pertama Nugroho dapat section kolam di lido deck. Kata dia, selama menekuni seksi tersebut sering melihat orang pakai bikini. “Ya, seger juga. Refresing cuci mata. Tapi nggak keterusan lho,” katanya.
Ada suka dan duka. Tak bisa dipungkiri ada duka  ketika meninggalkan anak istri untuk waktu yang lama. Sepuluh bulan tanpa anak istri bukan waktu yang singkat. Namun demi menjalankan amanah keluarga menjemput rezeki Allah, Nugroho rela mengarungi dunia dengan kapal pesiar. “Dukanya ya, tak ketemu ama istri. Kalau kangen ya cukup telepon saja. Memang sekarang bisa lihat wajahnya dengan Skypy.”
Tapi sukanya ya banyak pula. Menurut dia, menjadi crew kapal pesiar merupakan kesempatan emas yang sulit diperoleh bagi warga negara Indonesia. Bayangkan saja, sudah mendapat gaji besar untuk standar Indonesia, bonus keliling dunia, rekreasi tiga bulanan  ke tempat destinasi dunia yang merupakan fasilitas crew, jaminan asuransi dan perlindungan hukum  dengan tarif internasional. “Pokoknya tiap bulan saya kirim gaji ke anak istri itu full. Hidup saya selama kerja ditanggung perusahaan,” ujarnya.
Di kapal pesiar kita masih bisa jalan-jalan, belanja ke luar negeri, melakukan aktivitas ibadah bersama crew lainnya yang bergama Islam. “Kalau mau sholat lima waktu ada musholla. Tiap Minggu ada Jumat bersama crew bahkan Yasinan pun ada di sana. Jadi jangan khawatir akan kebebasan beragama. Semua dijamin oleh peraturan internasional.” (*Admin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian Tes Marlin

Marlins English Test atau biasa di sebut Marlin Test merupakan tes wajib yang harus dilakukan bagi calon pelaut. Marlin Test adalah Test ...