Ingin berperan aktif dalam memajukan industri jasa,
terutama industri pariwisata kapal pesiar internasional, dengan menyediakan SDM
yang handal, bermutu, profesional, & membantu berperan aktif mengentaskan pengangguran
menjadi tenaga kerja profesional
PERANCANG BUSANA YANG MERUBAH KARIRNYA
Awalnya Natalina menjalani hobinya menjadi perancang busana
sebagai sumber penghidupan keluarga. Natalina memiliki sebuah usaha jahit yang ia beri nama Modiste Talia. Selain sebagai usaha jahit, Talia ini juga membuka
kursus jahit dan merancang busana. Tak disangka dengan ketekunan membuat pola,
merancang dan menjahit busana hingga larut malam, bahkan kembali bangun pada
dini hari untuk melanjutkannya, ternyata Natalina mampu memperoleh lebih dari yang ia bayangkan dan
hasilnya pun lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada saat itu, suami Natalina jarang berada di rumah karena bekerja sebagai tenaga kerja di perusahaan
wisata kapal pesiar internasional. Setelah beberapa bulan di luar negeri, ia
akan pulang, hanya untuk menetap 1-2 bulan sebelum kembali dipanggil oleh
perusahaannya, begitu seterusnya. Dalam kondisi sedemikian rupa, Natalina sungguh
ditempa untuk menjadi ibu rumah tangga sekaligus sebagai kepala rumah tangga
(ayah) bagi putra tunggalnya,
Awang Raga Gumilar. Awang, begitu cara Natalina memanggil, harus hidup dalam kondisi yang tidak
biasa, tapi ia selalu berusaha terlihat tegar di hadapan Natalina. Setelah beberapa tahun hidup dalam
kondisi seperti itu melalui berbagai diskusi dan perdebatan dengan keluarga, Natalina bersepakat untuk mendirikan sebuah
Lembaga Pelatihan dan Keterampilan (LPK) bagi para calon pekerja (pelayar)
untuk perusahaan wisata kapal pesiar di ranah internasional. LPK tersebut
bernama INDOCREW Training Centre.
Pada awalnya, LPK ini berjalan tidak sesuai dengan harapan terutama sekali
karena faktor ketidakcakapan wawasan masyarakat pada umumnya tentang apa itu
kapal pesiar dan bagaimana cara bekerja di kapal pesiar. Namun, Natalina tidak pernah putus asa walaupun di kelas
hanya ada satu murid. Seiring berjalannya waktu, INDOCREW mulai berkembang. Mulailah kesibukan
pekerjaan menyita banyak waktu, dan Natalina harus membagi kapan waktu untuk mengajar INDOCREW, mengajar jahit dan rancang
busana, membuat pola busana dan mendampingi anak. Awalnya memang berat.
Berbekal gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) dari Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, pengalamannya sebagai guru, serta ketekunan, ia berupaya semaksimal mungkin untuk memajukan INDOCREW.
Sungguh tak disangka, di tangan Natalina INDOCREW berkembang begitu pesatnya. Lebih tak
disangka lagi, atas segala proses yang telah dilaluinya, Natalina jatuh cinta
pada INDOCREW. Akhirnya dengan berat hati Natalina mengambil keputusan untuk menutup usaha jahitnya dan berfokus pada INDOCREW. Keputusan
tersebut harus ia ambil karena peluang emas yang tersedia bagi INDOCREW di
hadapannya tak mungkin ia capai dan jalani jikalau pikirannya
bercabang. Tuhan tidak meninggalkan Natalina, keputusannya tidak
salah. INDOCREW kian berkembang dalam genggamannya, bahkan ketika Natalina dan suami harus berpisah, namun visinya tak tergoyahkan. Hingga kini, INDOCREW
masih ia perjuangkan dan akan
tetap ia perjuangkan dalam
genggaman tangannya.
TERMOTIVASI DARI PUTRA SEMATA WAYANG DAN KELUARGA
Putra tunggal Natalina adalah
motivasinya yang paling
utama. Ia rela memberikan
seluruh nafas dan darah untuk putranya. Ia membiarkan segala hasil jerih payahnya ini menjadi bekal bagi masa depan
putra tercintanya.
Natalina dan putranya sudah terbiasa hidup berdua. Natalina hanya memiliki Awang, begitu pula sebaliknya. Jika Natalina menyerah terhadap keadaan, tidak ada yang
dapat ia berikan untuk putranya. “Dia adalah alasan mengapa saya memperjuangkan
INDOCREW hingga detik ini. Selain itu, saya sudah terlanjur jatuh cinta pada
dunia pendidikan. Kecintaan pada dunia pendidikan, saya wujudkan dan lampiaskan
lewat INDOCREW” kisah Natalina.
Dulu Natalina bercita-cita untuk menjadi seorang perancang busana terkenal. Semasa
kecil, kelihaian serta kecermatan ibunya dalam menjahit busana menimbulkan kesan tersendiri bagi Natalina. Untuk menghemat, ibu Natalina tidak jarang menjahit sendiri pakaian
untuk anak-anaknya. Mungkin cinta dan kasih ibunya yang tercurahkan dalam setiap jahitannya menjadi motivasi
tersendiri bagi Natalina.
Meski demikian, cita-citanya
tidak mendapat dukungan pada masa itu karena merancang dan menjahit busana
adalah pekerjaan yang dipandang sebelah mata. Secara sembunyi-sembunyi dan
otodidak Natalina belajar
merancang dan menjahit busana.
Saat kuliah, kemampuan Natalina dalam merancang dan menjahit busana memberi penghasilan tambahan.
Cita-citanya menjadi seorang
perancang busana sempat terwujud dan cukup terkenal di Yogyakarta, bahkan tidak
sedikit pelanggannya yang
datang dari luar Yogyakarta.
Kini Usaha Jahit Talia telah tiada. Natalina tidak menyesal atas keputusanya. Natalina pernah mewujudkan dan menjalankan cita-citanya, itu sudah lebih dari cukup. Sekarang, Natalina tak lagi merancang busana, tapi ia memilih merancang masa depan anak-anak
bangsa, creating a better future
melalui INDOCREW.
Hingga saat ini, Natalina tidak pernah kekurangan dukungan dari keluarga. Ayahnya tak pernah berhenti mendorong semangat Natalina untuk terus berperan aktif dalam
masyarakat terutama generasi muda. Ibu Natalina, meski beliau telah tiada, Natalina yakin bahwa ia beroleh restu darinya dalam mengembangkan dan
memajukan bangsa melalui pendidikan. Putra Natalina, Awang, meski ia terkesan cuek, sesungguhnya ia amat peduli terhadap ibunya. Natalina tidak banyak menceritakan masalahnya karena tidak ingin membebani pikiran
putranya, tapi sesungguhnya
putranya tetap tau kapan saja Natalina sedang menghadapi masalah. Ketika Natalina sedang menghadapi masalah, putranya pasti akan berupaya untuk membantunya, mendengarkan keluh kesahnya,
membantnya mencari solusi dan menenangkannya. Putra Natalina bukan tipe yang banyak bicara, tapi ia selalu
berusaha mengatakan, “Don’t worry Mom.
I’m okay,” melalui prestasi-prestasinya. Kehadiran keluarga Natalina, terutama putranya, menjadi alasan mengapa Natalina bisa terus melangkah hingga saat ini,
begitu pula ke depannya.
Terkadang Natalina terlarut
dalam pekerjaan. Kecintaannya
terhadap pekerjaan ini tak jarang membuatnya lupa waktu. Ketika ia lupa waktu, lupa untuk meluangkan waktu dengan
keluarga, protes pertama pasti datang dari putranya. Pernah suatu waktu, dia cemburu kepada
murid-murid Natalina karena
hampir setiap hari, pagi hingga malam Natalina memberikan kelas ekstra. Justru protes
dan kecemburuannya yang menjadi parameter tersendiri mengenai sudah cukup atau
belumnya Natalina menyediakan
waktu untuk keluarga. Rumit tapi sangat mengasyikkan membagi waktu antara
karier dan keluarga.
SUKA DUKA, KENDALA DAN
TANTANGAN SERTA OBSESI
Tidak sedikit kendala yang harus dihadapi Natalina dalam memajukan INDOCREW. Dulu kendala utama LPK
INDOCREW ada pada keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap ketersediaan
lapangan kerja sebagai crew kapal pesiar di ranah internasional. Masih sedikit
masyarakat yang tahu dan paham akan lapangan pekerjaan tersebut, sehingga
tentunya membutuhkan upaya sosialisasi tersendiri guna membuka wawasan
masyarakat. Selain itu, prestasi INDOCREW ternyata tidak jarang menuai riak
bahkan ombak bagi perjalanan lembaga ini.
Bagi Natalina, tantangan
terbesar sebagai seorang pendidik justru datang dari murid-muridnya. Kecintaannya dalam mengajar menimbulkan suatu rasa tanggung
jawab tersendiri untuk mendidik skill
dan personality mereka. Mendidik dan
mengajar housekeeping skill, food and
beverage skill dan/atau english skill
sesuai standar yang ditentukan perusahaan-perusahaan wisata kapal pesiar
internasional memang tidak mudah, namun membentuk kepribadian murid-muridnya
agar dapat menjadi tenaga kerja yang berkualitas dan bermartabat sungguh amat jauh
lebih menantang. Kepribadian mereka harus digembleng, terutama mental mereka.
Mereka yang akan menjalani interview
berstandar internasional tak mungkin dibiarkan maju begitu saja tanpa adanya
kesiapan mental. Mereka akan bekerja jauh ke luar negeri, di laut lepas, jauh
dari keluarga tentunya menjadi tanggung jawab moral Natalina agar mereka siap dengan petualangan yang
akan mereka hadapi.
Momen penuh suka cita baginya tentunya saat mendengar dan mengetahui murid-muridnya lulus interview
dan diterima bekerja di perusahaan wisata kapal pesiar yang sudah
dicita-citakan. Tiap-tiap berita murid Natalina lolos interview menjadi senandung tersendiri, jerih payah INDOCREW
berbuah jua akhirnya. Rasa bangga tiada hentinya mengalir bagi mereka-mereka yang
sudah berlayar. Setiap melihat foto-foto on
board yang mereka pamerkan, tak henti-hentinya Natalina tersenyum, tersenyum bangga penuh haru.
Obsesi Natalina terhadap
perkembangan INDOCREW tidak muluk-muluk. Untuk obsesi jangka pendek, ia ingin INDOCREW dapat menyebar ke seluruh
wilayah Indonesia, seantero Nusantara ini agar seluruh generasi muda Indonesia
memiliki kesempatan yang sama untuk boleh menikmati lapangan pekerjaan di
kapal-kapal pesiar bertaraf internasional. Untuk itu Natalina ingin ada kantor-kantor cabang INDOCREW
di daerah-daerah pelosok. Untuk obsesi jangka panjang, Natalina ingin nama INDOCREW tidak hanya berhenti
bergema di Indonesia, tidak hanya di tingkat nasional. Natalina ingin INDOCREW bergema hingga taraf
Internasional.
PENGALAMAN BERKESAN
Tiada satu hari pun di INDOCREW yang Natalina lalui tanpa kesan, tiap-tiap momen sangatlah
berharga dalam kesehariannya
dengan karyawan maupun murid, perjalanan luar kota untuk job fair dan wisata ringan bersama, semuanya sangat berarti bagi Natalina. Pernah suatu waktu seluruh personel
INDOCREW beserta murid-murid INDOCREW dari Kantor Yogyakarta dan Purworejo, dengan dorongan putra Natalina, memberikan kejutan ulang tahun yang
sungguh amat sulit untuk ia
lupakan. Saat itulah Natalina merasa semuanya indah.
Natalina jalani kesehariannya untuk memimpin INDOCREW dan mengajar
murid-murid di kelas. Tidak mudah menjadi seorang pemimpin apalagi Natalina tercipta sebagai wanita dalam hal ini
kadang ia merasa iri kenapa ia tidak tercipta sebagai laki-laki. Akan
tetapi sudah menjadi wataknya
yang pantang mundur dan pantang menyerah, apapun kesulitannya akan dan harus dihadapi
dengan takaran yang tepat. Kalau takarannya tepat, perjalanan kepemimpinannya
tidak akan menemui masalah dalam membawa dan memajukan INDOCREW. Memahami
kekurangan dan kelebihan karyawan bagi Natalina adalah wajib agar mereka juga akan
memahaminya sebagai pemimpin.
Natalina lebih memilih
menjadi pemimpin yang melayani daripada dilayani. Ia juga tidak ingin mengekang karyawan-karyawannya dan membiarkan mereka berkreasi. Dalam
mengajar, meski putra dan karyawan-karyawannya banyak yang mengusulkan untuk berhenti mengajar
agar ia lebih fokus dalam
membawa INDOCREW, Natalina
tetap tidak bisa berhenti. Mengajar adalah kecintaannya, justru energinya muncul dari tiap-tiap kelas yang ia ajar. Ini kecintaannya, ini hobinya.
PERBEDAAN LPK INDOCREW
DENGAN LPK LAINNYA DI YOGYAKARTA
INDOCREW selalu mengedepankan kualitas output.
Kurikulum yang berlaku di INDOCREW selalu mengacu pada standar internasional,
bukan nasional karena materi perhotelan, baik untuk housekeeping department ataupun food
and beverage department, yang pada umumnya diberikan oleh lembaga
pendidikan lain dengan mengacu pada standar nasional ternyata kerap kali kurang
mampu memuaskan perusahaan-perusahaan wisata kapal pesiar di ranah
internasional. Maka we must go beyond it
dengan segala resources yang dimiliki
INDOCREW, update terhadap kurikulum
berstandar internasional selalu kami ikuti. Hasilnya, INDOCREW dapat mencetak
lulusan-lulusan berkualitas yang mampu memenuhi ekspektasi internasional.
INDOCREW selalu menggunakan prosedur formal dan taat pada aturan hukum yang
berlaku karena sebuah keyakinan bahwa pemain yang baik harus mengikuti peraturan
main yang baik pula. INDOCREW tidak tahu-menahu seperti apa lembaga pendidikan
lainnya, tapi INDOCREW memiliki perizinan yang lengkap. Selain itu, INDOCREW
tidak pernah menggunakan pintu belakang, dengan alasan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia yang sudah diakui kualitasnya di ranah internasionaL
harus tetap terjaga baik jangan sampai tercoreng. Biarlah tenaga kerja Indonesia
sungguh bersinar di dunia pelayaran internasional karena kualitas dan martabat
yang mereka miliki, bukan atas rekayasa, bukan pula atas pemalsuan atau
penipuan.
INDOCREW juga berani mematok harga yang terjangkau masyarakat dengan
jaminan 99% diterima bekerja di perusahaan wisata kapal pesiar bertaraf
internasional. Dengan harga tersebut, INDOCREW akan mendampingi murid-murid
hingga diterima bekerja, sejak murid mendaftar, menjalani pendidikan, hingga
diterima bekerja, asalkan murid tersebut bersedia mengikuti prosedur yang sudah
ditetapkan. INDOCREW sangat anti terhadap penarikan dana unofficial karena paras
penuh suka cita murid ketika diterima bekerja sudah lebih dari cukup untuk
mengganti jerih payah dan upaya INDOCREW.
INDOCREW selalu berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), khususnya dengan Balai Pelayanan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI). INDOCREW
senantiasa berkoordinasi secara berkala mengenai informasi lowongan-lowongan
pekerjaan yang tersedia di perusahaan wisata kapal pesiar bertaraf
internasional. Sebagai gantinya, BNP2TKI memberikan informasi-informasi seputar
ketenagakerjaan Indonesia yang dapat membantu INDOCREW untuk terus berkembang.
Natalina selalu mengupayakan terciptanya sinergi antar
pengajar di INDOCREW. Meski demikian, hal tersebut tidak perlu upaya keras,
bukan karena malas, tetapi karena pada dasarnya pengajar-pengajar INDOCREW
sudah berkualitas dan berdedikasi tinggi dalam mengajar. Mereka mengajar dengan
hati, itu yang paling Natalina banggakan dari mereka. Mereka tidak segan pula
untuk belajar guna mengembangkan kemampuan mereka mengajar, they are willing to learn. Bersama dalam
sinergi, INDOCREW selalu mengupayakan
pengajaran yang terbaik bagi murid-muridnya.
IDE DAN GAGASAN UNTUK
KEMAJUAN BANGSA INDONESIA
Secara umum Natalina
berharap “Revolusi Mental” tidak hanya menjadi sebatas gagasan saja. Natalina sungguh berharap “Revolusi Mental” itu
sungguh diterapkan, terutama di dunia pendidikan. Tidak ada salahnya memulai
sejak dini penanaman nilai-nilai kehidupan yang baik bagi anak-anak bangsa.
Namun, dalam penanamannya jangan tempatkan guru atau dosen sebagai robot yang
hanya mengikuti kurikulum sebagai formalitas keseharian mereka. Para pengajar
harus ditempatkan sebagai orang tua kedua bagi peserta didiknya. Memang bukan
harapan yang mudah untuk diwujudkan. Para pengajar, guru atau dosen, sebagai
garda depan dunia pendidikan, harus memiliki pemahaman akan “keikhlasan” dan
“ketulusan” dalam mendidik dan mengajar agar harapan itu dapat terwujud.
Secara khusus, Natalina
berharap agar Pendidikan Bahasa Inggris dapat lebih dioptimalkan. Hingga kini,
sepengetahuannya, Bahasa
Inggris yang diajarkan di sekolah-sekolah lebih mengutamakan Bahasa Inggris
Pasif. Bahasa Inggris Pasif adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan receptive skills, yakni kemampuan
mendapat informasi dari pendengaran (listening)
dan membaca (reading). Pendidikan
semacam itu menghasilkan anak bangsa kita yang pintar dalam memahami dan
mengartikan apa yang mereka baca atau dengar dalam Bahasa Inggris. Sudah bagus,
tapi ada kekurangannya. Kebanyakan dari anak didik baru Natalina, fresh
graduate dari SMA/SMK sederajat, bahkan sarjana, mampu memahami materi yang
dibicarakan dalam Bahasa Inggris, tapi ketika mereka harus balas menjawab dalam
Bahasa Inggris saat itulah kelemahan pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia
muncul.
Bahasa Inggris Aktif adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan productive skills, yakni kemampuan untuk
menyampaikan Bahasa Inggris secara lisan (speaking)
dan tulisan (writing). Kemampuan
inilah yang seharusnya mampu dikembangkan lebih jauh oleh sekolah-sekolah, baik
itu di tingkat TK, SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi. Mereka harus mampu
menjawab, tidak hanya sebatas mendengar atau membaca. Di ranah internasional
Tenaga Kerja Indonesia telah diakui memiliki keramahtamahan (hospitality) yang berkelebihan jika
dibandingkan dengan negara-negara lain. Jangan sampai stereotip sedemikian rupa
ini yang menjadi keuntungan tersendiri bagi Negara Republik Indonesia untuk
dapat turut berkontribusi di dunia internasional harus terhambat, bahkan hilang
karena terkendala masalah bahasa.
Dalam hati, Natalina
banyak berharap pada putranya.
Tentu Natalina berharap ada
yang meneruskan apa yang telah ia mulai tapi ia tak ingin memaksakan kehendak. Biarlah generasi
muda memperoleh kebebasan dalam menentukan masa depan yang akan mereka jalani.
Jangan sampai mereka merasakan pembatasan yang dialami Natalina dulu, harus
secara diam-diam mengembangkan hobinya. Generasi muda harus diberikan kebebasan dalam mengembangkan bakat dan
minat mereka. Kebebasan tersebut tentunya harus bertanggung jawab. Mereka harus
mampu bertanggung jawab atas pilihan mereka. Natalina merasa sebagai generasi lama, hanya dapat mengawasi dan
membimbing mereka. Mengawasi pilihan-pilihan yang mereka ambil dan membimbing
mereka jika ada pilihan yang mungkin membutuhkan masukan-masukan darinya yang
sudah lebih banyak merasakan pahit-manis dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar