Minggu, 06 Januari 2019

NATALINA PRIMAWATI PENDIRI LPK INDOCREW



Ingin berperan aktif dalam memajukan industri jasa, terutama industri pariwisata kapal pesiar internasional, dengan menyediakan SDM yang handal, bermutu, profesional, & membantu berperan aktif mengentaskan pengangguran menjadi tenaga kerja profesional
 
PERANCANG BUSANA YANG MERUBAH KARIRNYA
Awalnya Natalina menjalani hobinya menjadi perancang busana sebagai sumber penghidupan keluarga. Natalina memiliki sebuah usaha jahit yang ia beri nama Modiste Talia. Selain sebagai usaha jahit, Talia ini juga membuka kursus jahit dan merancang busana. Tak disangka dengan ketekunan membuat pola, merancang dan menjahit busana hingga larut malam, bahkan kembali bangun pada dini hari untuk melanjutkannya, ternyata Natalina mampu memperoleh lebih dari yang ia bayangkan dan hasilnya pun lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. 
 
Pada saat itu, suami Natalina jarang berada di rumah karena bekerja sebagai tenaga kerja di perusahaan wisata kapal pesiar internasional. Setelah beberapa bulan di luar negeri, ia akan pulang, hanya untuk menetap 1-2 bulan sebelum kembali dipanggil oleh perusahaannya, begitu seterusnya. Dalam kondisi sedemikian rupa, Natalina sungguh ditempa untuk menjadi ibu rumah tangga sekaligus sebagai kepala rumah tangga (ayah) bagi putra tunggalnya, Awang Raga Gumilar. Awang, begitu cara Natalina memanggil, harus hidup dalam kondisi yang tidak biasa, tapi ia selalu berusaha terlihat tegar di hadapan Natalina. Setelah beberapa tahun hidup dalam kondisi seperti itu melalui berbagai diskusi dan perdebatan dengan keluarga, Natalina bersepakat untuk mendirikan sebuah Lembaga Pelatihan dan Keterampilan (LPK) bagi para calon pekerja (pelayar) untuk perusahaan wisata kapal pesiar di ranah internasional. LPK tersebut bernama INDOCREW Training Centre.
 
Pada awalnya, LPK ini berjalan tidak sesuai dengan harapan terutama sekali karena faktor ketidakcakapan wawasan masyarakat pada umumnya tentang apa itu kapal pesiar dan bagaimana cara bekerja di kapal pesiar. Namun, Natalina tidak pernah putus asa walaupun di kelas hanya ada satu murid.  Seiring berjalannya waktu, INDOCREW mulai berkembang. Mulailah kesibukan pekerjaan menyita banyak waktu, dan Natalina harus membagi kapan waktu untuk mengajar INDOCREW, mengajar jahit dan rancang busana, membuat pola busana dan mendampingi anak. Awalnya memang berat. Berbekal gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pengalamannya sebagai guru, serta ketekunan, ia berupaya semaksimal mungkin untuk memajukan INDOCREW.
 
Sungguh tak disangka, di tangan Natalina INDOCREW berkembang begitu pesatnya. Lebih tak disangka lagi, atas segala proses yang telah dilaluinya, Natalina jatuh cinta pada INDOCREW. Akhirnya dengan berat hati Natalina mengambil keputusan untuk menutup usaha jahitnya dan berfokus pada INDOCREW. Keputusan tersebut harus ia ambil karena peluang emas yang tersedia bagi INDOCREW di hadapannya tak mungkin ia capai dan jalani jikalau pikirannya bercabang. Tuhan tidak meninggalkan Natalina, keputusannya tidak salah. INDOCREW kian berkembang dalam genggamannya, bahkan ketika Natalina dan suami harus berpisah, namun visinya tak tergoyahkan. Hingga kini, INDOCREW masih ia perjuangkan dan akan tetap ia perjuangkan dalam genggaman tangannya.
 
TERMOTIVASI DARI PUTRA SEMATA WAYANG DAN KELUARGA
Putra tunggal Natalina adalah motivasinya yang paling utama. Ia rela memberikan seluruh nafas dan darah untuk putranya. Ia membiarkan segala hasil jerih payahnya ini menjadi bekal bagi masa depan putra tercintanya.
 
Natalina dan putranya sudah terbiasa hidup berdua. Natalina hanya memiliki Awang, begitu pula sebaliknya. Jika Natalina menyerah terhadap keadaan, tidak ada yang dapat ia berikan untuk putranya. “Dia adalah alasan mengapa saya memperjuangkan INDOCREW hingga detik ini. Selain itu, saya sudah terlanjur jatuh cinta pada dunia pendidikan. Kecintaan pada dunia pendidikan, saya wujudkan dan lampiaskan lewat INDOCREW” kisah Natalina. 

Dulu Natalina bercita-cita untuk menjadi seorang perancang busana terkenal. Semasa kecil, kelihaian serta kecermatan ibunya dalam menjahit busana menimbulkan kesan tersendiri bagi Natalina. Untuk menghemat, ibu Natalina tidak jarang menjahit sendiri pakaian untuk anak-anaknya. Mungkin cinta dan kasih ibunya yang tercurahkan dalam setiap jahitannya menjadi motivasi tersendiri bagi Natalina. Meski demikian, cita-citanya tidak mendapat dukungan pada masa itu karena merancang dan menjahit busana adalah pekerjaan yang dipandang sebelah mata. Secara sembunyi-sembunyi dan otodidak Natalina belajar merancang dan menjahit busana.
 
Saat kuliah, kemampuan Natalina dalam merancang dan menjahit busana memberi penghasilan tambahan. Cita-citanya menjadi seorang perancang busana sempat terwujud dan cukup terkenal di Yogyakarta, bahkan tidak sedikit pelanggannya yang datang dari luar Yogyakarta.
Kini Usaha Jahit Talia telah tiada. Natalina tidak menyesal atas keputusanya. Natalina pernah mewujudkan dan menjalankan cita-citanya, itu sudah lebih dari cukup. Sekarang, Natalina tak lagi merancang busana, tapi ia memilih merancang masa depan anak-anak bangsa, creating a better future melalui INDOCREW.
 
Hingga saat ini, Natalina tidak pernah kekurangan dukungan dari keluarga. Ayahnya tak pernah berhenti mendorong semangat Natalina untuk terus berperan aktif dalam masyarakat terutama generasi muda. Ibu Natalina, meski beliau telah tiada, Natalina yakin bahwa ia beroleh restu darinya dalam mengembangkan dan memajukan bangsa melalui pendidikan. Putra Natalina, Awang, meski ia terkesan cuek, sesungguhnya ia amat peduli terhadap ibunya. Natalina tidak banyak menceritakan masalahnya karena tidak ingin membebani pikiran putranya, tapi sesungguhnya putranya tetap tau kapan saja Natalina sedang menghadapi masalah. Ketika Natalina sedang menghadapi masalah, putranya pasti akan berupaya untuk membantunya, mendengarkan keluh kesahnya, membantnya mencari solusi dan menenangkannya. Putra Natalina bukan tipe yang banyak bicara, tapi ia selalu berusaha mengatakan, “Don’t worry Mom. I’m okay,” melalui prestasi-prestasinya. Kehadiran keluarga Natalina, terutama putranya, menjadi alasan mengapa Natalina bisa terus melangkah hingga saat ini, begitu pula ke depannya.
 
Terkadang Natalina terlarut dalam pekerjaan. Kecintaannya terhadap pekerjaan ini tak jarang membuatnya lupa waktu. Ketika ia lupa waktu, lupa untuk meluangkan waktu dengan keluarga, protes pertama pasti datang dari putranya. Pernah suatu waktu, dia cemburu kepada murid-murid Natalina karena hampir setiap hari, pagi hingga malam Natalina memberikan kelas ekstra. Justru protes dan kecemburuannya yang menjadi parameter tersendiri mengenai sudah cukup atau belumnya Natalina menyediakan waktu untuk keluarga. Rumit tapi sangat mengasyikkan membagi waktu antara karier dan keluarga.
 
SUKA DUKA, KENDALA DAN TANTANGAN SERTA OBSESI
Tidak sedikit kendala yang harus dihadapi Natalina dalam memajukan INDOCREW. Dulu kendala utama LPK INDOCREW ada pada keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja sebagai crew kapal pesiar di ranah internasional. Masih sedikit masyarakat yang tahu dan paham akan lapangan pekerjaan tersebut, sehingga tentunya membutuhkan upaya sosialisasi tersendiri guna membuka wawasan masyarakat. Selain itu, prestasi INDOCREW ternyata tidak jarang menuai riak bahkan ombak bagi perjalanan lembaga ini.
 
Bagi Natalina, tantangan terbesar sebagai seorang pendidik justru datang dari murid-muridnya. Kecintaannya dalam mengajar menimbulkan suatu rasa tanggung jawab tersendiri untuk mendidik skill dan personality mereka. Mendidik dan mengajar housekeeping skill, food and beverage skill dan/atau english skill sesuai standar yang ditentukan perusahaan-perusahaan wisata kapal pesiar internasional memang tidak mudah, namun membentuk kepribadian murid-muridnya agar dapat menjadi tenaga kerja yang berkualitas dan bermartabat sungguh amat jauh lebih menantang. Kepribadian mereka harus digembleng, terutama mental mereka. Mereka yang akan menjalani interview berstandar internasional tak mungkin dibiarkan maju begitu saja tanpa adanya kesiapan mental. Mereka akan bekerja jauh ke luar negeri, di laut lepas, jauh dari keluarga tentunya menjadi tanggung jawab moral Natalina agar mereka siap dengan petualangan yang akan mereka hadapi.
Momen penuh suka cita baginya tentunya saat mendengar dan mengetahui murid-muridnya lulus interview dan diterima bekerja di perusahaan wisata kapal pesiar yang sudah dicita-citakan. Tiap-tiap berita murid Natalina lolos interview menjadi senandung tersendiri, jerih payah INDOCREW berbuah jua akhirnya. Rasa bangga tiada hentinya mengalir bagi mereka-mereka yang sudah berlayar. Setiap melihat foto-foto on board yang mereka pamerkan, tak henti-hentinya Natalina tersenyum, tersenyum bangga penuh haru.
 
Obsesi Natalina terhadap perkembangan INDOCREW tidak muluk-muluk. Untuk obsesi jangka pendek, ia ingin INDOCREW dapat menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, seantero Nusantara ini agar seluruh generasi muda Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk boleh menikmati lapangan pekerjaan di kapal-kapal pesiar bertaraf internasional. Untuk itu Natalina ingin ada kantor-kantor cabang INDOCREW di daerah-daerah pelosok. Untuk obsesi jangka panjang, Natalina ingin nama INDOCREW tidak hanya berhenti bergema di Indonesia, tidak hanya di tingkat nasional. Natalina ingin INDOCREW bergema hingga taraf Internasional.
 
PENGALAMAN BERKESAN
Tiada satu hari pun di INDOCREW yang Natalina lalui tanpa kesan, tiap-tiap momen sangatlah berharga dalam kesehariannya dengan karyawan maupun murid, perjalanan luar kota untuk job fair dan wisata ringan bersama, semuanya sangat berarti bagi Natalina. Pernah suatu waktu seluruh personel INDOCREW beserta murid-murid INDOCREW dari Kantor Yogyakarta dan Purworejo, dengan dorongan putra Natalina, memberikan kejutan ulang tahun yang sungguh amat sulit untuk ia lupakan. Saat itulah Natalina merasa semuanya indah.
 
Natalina jalani kesehariannya untuk memimpin INDOCREW dan mengajar murid-murid di kelas. Tidak mudah menjadi seorang pemimpin apalagi Natalina tercipta sebagai wanita dalam hal ini kadang ia merasa iri kenapa ia tidak tercipta sebagai laki-laki. Akan tetapi sudah menjadi wataknya yang pantang mundur dan pantang menyerah, apapun kesulitannya akan dan harus dihadapi dengan takaran yang tepat. Kalau takarannya tepat, perjalanan kepemimpinannya tidak akan menemui masalah dalam membawa dan memajukan INDOCREW. Memahami kekurangan dan kelebihan karyawan bagi Natalina adalah wajib agar mereka juga akan memahaminya sebagai pemimpin. Natalina lebih memilih menjadi pemimpin yang melayani daripada dilayani. Ia juga tidak ingin mengekang karyawan-karyawannya dan membiarkan mereka berkreasi. Dalam mengajar, meski putra dan karyawan-karyawannya banyak yang mengusulkan untuk berhenti mengajar agar ia lebih fokus dalam membawa INDOCREW, Natalina tetap tidak bisa berhenti. Mengajar adalah kecintaannya, justru energinya muncul dari tiap-tiap kelas yang ia ajar. Ini kecintaannya, ini hobinya.
 
PERBEDAAN LPK INDOCREW DENGAN LPK LAINNYA DI YOGYAKARTA
INDOCREW selalu mengedepankan kualitas output. Kurikulum yang berlaku di INDOCREW selalu mengacu pada standar internasional, bukan nasional karena materi perhotelan, baik untuk housekeeping department ataupun food and beverage department, yang pada umumnya diberikan oleh lembaga pendidikan lain dengan mengacu pada standar nasional ternyata kerap kali kurang mampu memuaskan perusahaan-perusahaan wisata kapal pesiar di ranah internasional. Maka we must go beyond it dengan segala resources yang dimiliki INDOCREW, update terhadap kurikulum berstandar internasional selalu kami ikuti. Hasilnya, INDOCREW dapat mencetak lulusan-lulusan berkualitas yang mampu memenuhi ekspektasi internasional.
 
INDOCREW selalu menggunakan prosedur formal dan taat pada aturan hukum yang berlaku karena sebuah keyakinan bahwa pemain yang baik harus mengikuti peraturan main yang baik pula. INDOCREW tidak tahu-menahu seperti apa lembaga pendidikan lainnya, tapi INDOCREW memiliki perizinan yang lengkap. Selain itu, INDOCREW tidak pernah menggunakan pintu belakang, dengan alasan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang sudah diakui kualitasnya di ranah internasionaL harus tetap terjaga baik jangan sampai tercoreng. Biarlah tenaga kerja Indonesia sungguh bersinar di dunia pelayaran internasional karena kualitas dan martabat yang mereka miliki, bukan atas rekayasa, bukan pula atas pemalsuan atau penipuan.
 
INDOCREW juga berani mematok harga yang terjangkau masyarakat dengan jaminan 99% diterima bekerja di perusahaan wisata kapal pesiar bertaraf internasional. Dengan harga tersebut, INDOCREW akan mendampingi murid-murid hingga diterima bekerja, sejak murid mendaftar, menjalani pendidikan, hingga diterima bekerja, asalkan murid tersebut bersedia mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan. INDOCREW sangat anti terhadap penarikan dana unofficial  karena paras penuh suka cita murid ketika diterima bekerja sudah lebih dari cukup untuk mengganti jerih payah dan upaya INDOCREW.
 
INDOCREW selalu berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), khususnya dengan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI). INDOCREW senantiasa berkoordinasi secara berkala mengenai informasi lowongan-lowongan pekerjaan yang tersedia di perusahaan wisata kapal pesiar bertaraf internasional. Sebagai gantinya, BNP2TKI memberikan informasi-informasi seputar ketenagakerjaan Indonesia yang dapat membantu INDOCREW untuk terus berkembang.
 
Natalina selalu mengupayakan terciptanya sinergi antar pengajar di INDOCREW. Meski demikian, hal tersebut tidak perlu upaya keras, bukan karena malas, tetapi karena pada dasarnya pengajar-pengajar INDOCREW sudah berkualitas dan berdedikasi tinggi dalam mengajar. Mereka mengajar dengan hati, itu yang paling Natalina banggakan dari mereka. Mereka tidak segan pula untuk belajar guna mengembangkan kemampuan mereka mengajar, they are willing to learn. Bersama dalam sinergi,  INDOCREW selalu mengupayakan pengajaran yang terbaik bagi murid-muridnya.
 
IDE DAN GAGASAN UNTUK KEMAJUAN BANGSA INDONESIA
Secara umum Natalina berharap “Revolusi Mental” tidak hanya menjadi sebatas gagasan saja. Natalina sungguh berharap “Revolusi Mental” itu sungguh diterapkan, terutama di dunia pendidikan. Tidak ada salahnya memulai sejak dini penanaman nilai-nilai kehidupan yang baik bagi anak-anak bangsa. Namun, dalam penanamannya jangan tempatkan guru atau dosen sebagai robot yang hanya mengikuti kurikulum sebagai formalitas keseharian mereka. Para pengajar harus ditempatkan sebagai orang tua kedua bagi peserta didiknya. Memang bukan harapan yang mudah untuk diwujudkan. Para pengajar, guru atau dosen, sebagai garda depan dunia pendidikan, harus memiliki pemahaman akan “keikhlasan” dan “ketulusan” dalam mendidik dan mengajar agar harapan itu dapat terwujud.
 
Secara khusus, Natalina berharap agar Pendidikan Bahasa Inggris dapat lebih dioptimalkan. Hingga kini, sepengetahuannya, Bahasa Inggris yang diajarkan di sekolah-sekolah lebih mengutamakan Bahasa Inggris Pasif. Bahasa Inggris Pasif adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan receptive skills, yakni kemampuan mendapat informasi dari pendengaran (listening) dan membaca (reading). Pendidikan semacam itu menghasilkan anak bangsa kita yang pintar dalam memahami dan mengartikan apa yang mereka baca atau dengar dalam Bahasa Inggris. Sudah bagus, tapi ada kekurangannya. Kebanyakan dari anak didik baru Natalina, fresh graduate dari SMA/SMK sederajat, bahkan sarjana, mampu memahami materi yang dibicarakan dalam Bahasa Inggris, tapi ketika mereka harus balas menjawab dalam Bahasa Inggris saat itulah kelemahan pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia muncul.
 
Bahasa Inggris Aktif adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan productive skills, yakni kemampuan untuk menyampaikan Bahasa Inggris secara lisan (speaking) dan tulisan (writing). Kemampuan inilah yang seharusnya mampu dikembangkan lebih jauh oleh sekolah-sekolah, baik itu di tingkat TK, SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi. Mereka harus mampu menjawab, tidak hanya sebatas mendengar atau membaca. Di ranah internasional Tenaga Kerja Indonesia telah diakui memiliki keramahtamahan (hospitality) yang berkelebihan jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Jangan sampai stereotip sedemikian rupa ini yang menjadi keuntungan tersendiri bagi Negara Republik Indonesia untuk dapat turut berkontribusi di dunia internasional harus terhambat, bahkan hilang karena terkendala masalah bahasa.
 
Dalam hati, Natalina banyak berharap pada putranya. Tentu Natalina berharap ada yang meneruskan apa yang telah ia mulai tapi ia tak ingin memaksakan kehendak. Biarlah generasi muda memperoleh kebebasan dalam menentukan masa depan yang akan mereka jalani. Jangan sampai mereka merasakan pembatasan yang dialami Natalina dulu, harus secara diam-diam mengembangkan hobinya. Generasi muda harus diberikan kebebasan dalam mengembangkan bakat dan minat mereka. Kebebasan tersebut tentunya harus bertanggung jawab. Mereka harus mampu bertanggung jawab atas pilihan mereka.  Natalina merasa sebagai generasi lama, hanya dapat mengawasi dan membimbing mereka. Mengawasi pilihan-pilihan yang mereka ambil dan membimbing mereka jika ada pilihan yang mungkin membutuhkan masukan-masukan darinya yang sudah lebih banyak merasakan pahit-manis dunia.
 
Disadur dari Buku “MAHAKARYA” Menyongsong Indonesia Baru Terbitan Inti Trimedia Jakarta Februari 2016
 
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian Tes Marlin

Marlins English Test atau biasa di sebut Marlin Test merupakan tes wajib yang harus dilakukan bagi calon pelaut. Marlin Test adalah Test ...